Foto: BBM Pertamax Green (RON 95) PT Pertamina (Persero) di SPBU Pertamina MT Haryono, Jakarta Selatan, Senin (24/7/2023). (CNBC Indonesia/Firda Dwi Muliawati)
Jakarta, CNBC Indonesia – Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) mengatakan bahwa kendaraan masih aman untuk diisi Bahan Bakar Minyak (BBM) bensin dengan campuran Bahan Bakar Nabati (BBN) bioetanol hingga 10%. Saat ini RI sudah melakukan pencampuran bioetanol sebesar 5% (E5) pada salah satu produk bensin yang dijual PT Pertamina (Persero) yakni Pertamax Green 95.
Namun demikian, keterbatasan bahan baku bioetanol saat ini masih menjadi kendala pengembangan bioetanol di dalam negeri.
Anggota BPH Migas Saleh Abdurrahman mengatakan, karena kondisi ketersediaan bahan baku bioetanol tersebut, maka memungkinkan bagi perusahaan untuk mengimpor bioetanol.
Oleh karena itu, opsi yang perlu dipikirkan dan menjadi bahan pertimbangan oleh badan usaha penugasan maupun swasta adalah melakukan impor. Misalnya, dari impor sebanyak 1 juta barel bensin, setidaknya harus mengandung 5%-6% bioetanol.
“Bergantung harga bioetanol saat itu, jika harga saat itu misalnya tinggi bisa diturunkan. Karena begini, karena kendaraan-kendaraan kita di Indonesia ini masih bisa menerima dari 5% sampai 10% (campuran bioetanol), bergantung pada masing-masing otomotif industri,” kata dia dalam acara Energy Corner CNBC Indonesia, Selasa (30/1/2024).
Menurut Saleh, untuk menggenjot pengembangan BBM dengan campuran Bahan Bakar Nabati (BBN) bioetanol, Indonesia perlu belajar dengan negara tetangga. Salah satunya yakni Thailand yang saat ini mempunyai insentif untuk program BBM ramah lingkungan itu.
“Di Thailand sekarang kita pelajari itu insentifnya tidak hanya di sektor hilirnya, misalnya SPBU yang bisa menjual E85 itu diberikan insentif, termasuk mereka memberikan insentif untuk kendaraan bermotor, jadi mobil-mobil yang produksi yang bisa menerima 100% bioetanol juga diberikan insentif, demikian di beberapa negara lain,” jelasnya.
Begitu juga dengan insentif impor yang diberikan untuk bahan baku bioetanol. Meski demikian, Saleh menegaskan bahwa Indonesia tidak boleh bergantung pada impor bahan baku etanol ke depannya.
“Ini sifatnya sementara, kita tidak boleh menggantungkan diri lagi pada impor kita tidak ingin pindah dari impor gasoline ke impor (bioetanol) tidak. Itu bukan tujuan kita tetapi untuk domestic market agar para pelaku usaha kita dalam memilih tertarik terhadap keseriusan https://mesintik.com/pemerintah,” kata dia.