Foto: Evergrande (REUTERS/Carlos Garcia Rawlins)
Jakarta, CNBC Indonesia – Pengadilan Hong Kong memerintahkan likuidasi raksasa properti China Evergrande, Senin (29/1/2-24). Hakim Pengadilan Tinggi Linda Chan mengeluarkan perintah penutupan.
“Karena kurangnya kemajuan di pihak perusahaan dalam mengajukan proposal restrukturisasi yang layak dan kebangkrutan perusahaan,” ujar Chan mengumumkan alasan likuidasi dikutip AFP.
“Kepentingan kreditor akan lebih terlindungi jika perusahaan dibubarkan dan likuidator independen dapat mengambil alih untuk mengamankan aset dan melakukan restrukturisasi sesuai kebutuhan,” tambahnya.
Pengadilan pun menunjuk Edward Middleton dan Tiffany Wong dari perusahaan jasa profesional Alvarez & Marsal sebagai likuidator. Sebelumnya, petisi penutupan diajukan pada tahun 2022 oleh kreditor Top Shine Global, yang menginginkan uangnya kembali setelah Evergrande secara resmi gagal bayar pada bulan Desember 2021.
Sementara itu, Direktur eksekutif Evergrande Shawn Siu menyebut keputusan itu “disesalkan”. Namun ia berjanji bahwa operasi perusahaan di China akan terus berlanjut.
“Grup akan tetap berusaha melakukan segala kemungkinan untuk menjaga stabilitas bisnis dan operasi domestiknya,” katanya kepada media bisnis China seraya menambahkan bahwa cabang Evergrande di Hong Kong independen dari anak perusahaan domestiknya.
“Perusahaan akan terus mendorong pekerjaan utama dalam menjamin penyerahan bangunan, menjaga kualitas layanan properti tanpa terpengaruh”, tambah Siu.
Kehancuran Evergrande telah diawasi dengan ketat karena pernah menjadi pilar perekonomian China. Dengan sektor konstruksi dan properti menyumbang sekitar seperempat produk domestik bruto (PDB).
Namun Presiden Xi Jinping menganggap utang yang diperoleh Evergrande dan perusahaan properti lainnya merupakan risiko yang tidak dapat diterima bagi sistem keuangan dan kesehatan ekonomi China.
Tahun lalu, Ketua Evergrande Xu Jiayin “dikenakan tindakan wajib” dari pihak berwenang atas dugaan “kejahatan”. Para pejabat secara bertahap memperketat akses pengembang terhadap kredit sejak tahun 2020.
Setelahnya gelombang gagal bayar pun menyusul. Pada akhir Juni, Evergrande memperkirakan memiliki utang sebesar US$328 miliar.
“Meskipun penutupan perusahaan ini sudah diantisipasi secara luas, tantangannya sekarang adalah pada apakah likuidator akan berhasil mendapatkan pengakuan… dari pengadilan daratan untuk menyita aset-asetnya,” kata Redmond Wong dari Saxo Markets.
“Pihak berwenang mungkin akan mengelola likuidasi ini dengan cara yang tidak menyebabkan dampak penularan yang besar ke bagian lain perekonomian,” ujar kepala ekonom di perusahaan jasa keuangan AMP yang berbasis di Sydney, Dan Shane Oliver.
“Namun hal ini memberi tahu kita bahwa krisis properti masih jauh dari terselesaikan, dan masih menjadi hambatan bagi perekonomian https://mesintik.com/China,” tambahnya.