Jokowi Kesal Tabungan Nasabah Mandek di Bank, Kenapa?

SHARE  

Keterangan Pers Presiden Jokowi Saat Kunjungi Pasar Waru, Penajam Paser Utara, 21 Desember 2023. (Tangkapan Layar Sekretariat Presiden) Foto: Presiden Jokowi Saat Kunjungi Pasar Waru, Penajam Paser Utara, 21 Desember 2023. (Tangkapan Layar Sekretariat Presiden)

Jakarta, CNBC Indonesia – Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) sejak November 2023 menyoroti fenomena peredaran uang yang semakin kering, meskipun pertumbuhan ekonomi Indonesia masih di kisaran 5%.

Ia memandang masalah ini muncul karena Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan BI menerbitkan terlalu banyak instrumen, yakni Surat Berharga Negara (SBN), Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) dan Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI).

“Jangan semuanya ramai membeli yang tadi saya sampaikan ke BI maupun SBN meski boleh-boleh saja tapi agar sektor riil bisa kelihatan lebih baik dari tahun yang lalu,” ujar Jokowi di Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI) di Kantor Pusat BI, Jakarta, dikutip Sabtu (13/1/2024).

Untuk diketahui, data BI menunjukkan, posisi M2 pada Oktober 2023 tercatat sebesar Rp8.505,4 triliun atau tumbuh 3,4% (yoy), setelah pada bulan sebelumnya tumbuh sebesar 6,0% (yoy).

Pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) perbankan hanya 3,9% secara tahunan (yoy) per Oktober 2023, menjadi Rp 7.982,3 triliun. Angka pertumbuhan tersebut turun jauh dibandingkan dengan bulan sebelumnya sebesar 6,4% yoy.

Baca: Fadli Zon ke Anies: Gak Akan Dipilih Keluarga TNI

Sementara itu, komponen uang beredar dalam arti sempit atau M1 tumbuh 0,1% (yoy) pada Oktober 2023, melambat jika dibandingkan pertumbuhan 4,1% (yoy) pada September 2023.

Sejumlah bankir pun buka suara terkait hal ini.

Kata Bankir Soal Uang Kering

Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. (BBTN) Nixon L.P. Napitupulu mengaku bank pelat merah itu tidak banyak memiliki portfolio pada ketiga instrumen tersebut.

“Kita kan nggak banyak,” kata dia usai PTBI, di Kantor Pusat BI, Jakarta.

Nixon pun yakin pertumbuhan penyaluran kredit BTN bakal mencapai 10%-12%. Hal ini juga didukung dari kebijakan BI menambah likuiditas makroprudensial untuk mendorong pembiayaan kredit ke sektor prioritas.

Baca: Subsidi Jokowi, Mobil Wuling Banting Harga Rp 30 Juta

“Kan harganya bagus, stimulus dari pemerintahnya juga bagus pasti penjualan naik. PPN (pajak pertambahan nilai) bebas sampai Rp2 miliar. Kan BTN fokusnya di rumah-rumah di bawah Rp1 miliar,” jelasnya.

Nixon juga menyampaikan kredit yang disalurkan BTN pada sektor riil, yakni KPR subsidi dan KPR subsidi masih bertumbuh.

Sama halnya dengan anak usaha BUMN PT Bank Syariah Indonesia Tbk. (BRIS) atau BSI yang tidak banyak memiliki portfolio pada ketiga instrumen tersebut. Wakil Direktur Utama BSI Bob Tyasika Ananta memandang, kebijakan Kemenkeu dan BI menerbitkan instrumen-instrumen tersebut bertujuan untuk menjaga likuiditas di pasar.

“Portfolio kita di situ nggak terlalu besar. Tapi kemudian memang yang menjadi challenge ke depan itu di sisi konteks dana masyarakat. Sebetulnya dari pemerintah, BI menerbitkan itu adalah untuk me-maintain likuiditas di pasar kapan harus diterbitin kapan harus diambil dan sebagainya,” ujar Bob pada kesempatan yang sama.

Ia mengatakan BSI menargetkan pertumbuhan pembiayaan di kisaran 16% tahun 2024.

Senada, bank syariah lainnya PT Bank Muamalat Indonesia Tbk. mengakui memiliki portfolio di SBN, SRBI, dan SVBI. Namun begitu, hal itu dilakukan guna mendorong pembiayaan tahun depan.

“Ada, tapi kita memang lebih fokus untuk pembiayaan di tahun depan. Angkanya 25-30%, rencana kita. Ya, cukup tinggi, karena kita memang harus kejar target pertumbuhan pembiayaan, karena Muamalat kan beberapa tahun belakangan kan sempat konsolidasi,” ujar Direktur Utama Bank Muamalat Indra Falatehan pada kesempatan yang sama.

Ia mengatakan saat ini, pertumbuhan pembiayaan Bank Muamalat sudah mencapai 25% secara tahunan (yoy). Indra berharap tahun depan pihaknya dapat meningkatkan pertumbuhan pembiayaan lebih dari angka tersebut pada ekosistem muslim.

Kemudian, Presiden Direktur PT Bank Maybank Indonesia Tbk. (BNII) Taswin Zakaria mengatakan bahwa pihaknya tidak fokus untuk membeli SBN, SRBI, dan SVBI karena likuditas sangat diperlukan untuk pertumbuhan kredit.

“Memang kita tidak fokus untuk pembelian SRBI SVBI karena likuiditas yang ada pun sekarang sangat diperlukan untuk pertumbuhan kredit. Jadi saya pikir udah benar arahnya ke sana,” ujar Taswin pada kesempatan yang sama.

Ia mengatakan Maybank Indonesia menargetkan pertumbuhan kredit https://mesintik.com/sebesar 10-12% tahun 2024.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*